Siuna, Pagimana – 19 Agustus 2025. Warga Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, kembali menyuarakan tuntutan keras agar Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah segera menutup perusahaan tambang nikel yang merusak lingkungan.
Sejak beroperasi, tambang nikel di wilayah ini telah menimbulkan dampak serius: sawah ±250 hektar rusak akibat sedimentasi, sungai tercemar lumpur, abrasi pesisir merusak hutan mangrove, hingga dugaan pelanggaran izin jalan tambang dan reklamasi.
> “Sawah kami hancur, air kami kotor, masa depan anak-anak kami terancam. Kalau pemerintah diam, berarti pemerintah membiarkan rakyatnya sengsara,” tegas Ansar, petani Desa Siuna yang lahannya tertimbun lumpur tambang.
Aktivis lingkungan dari Forum Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (FPLHI) menambahkan bahwa kondisi Siuna sudah masuk kategori darurat.
> “Kami telah melaporkan PT BPSP ke Kementerian ESDM. Fakta di lapangan jelas: perusahaan melanggar aturan dan tidak peduli pada lingkungan,” kata Muhammad Ridwan, Koordinator FPLHI.
DPRD Sulawesi Tengah juga menguatkan tuntutan warga. Dalam sidak Agustus 2025, Komisi III menemukan indikasi pelanggaran izin dan kerusakan lahan pertanian. DPRD mendorong Pemprov mengambil langkah tegas, termasuk pencabutan izin perusahaan.
Kemarahan warga semakin terlihat dengan terpasangnya spanduk protes di berbagai titik desa. Salah satunya berbunyi:
> “STOP TAMBANG MERUSAK LINGKUNGAN! Air tercemar, rakyat menderita. Lingkungan hancur = masa depan anak bangsa terancam. Selamatkan Desa Siuna!”
Warga menegaskan, tidak ada lagi ruang kompromi. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah harus segera menutup perusahaan tambang yang terbukti melanggar hukum dan merusak lingkungan.
Jika tuntutan ini diabaikan, warga siap melakukan aksi lanjutan hingga ke tingkat nasional.